STOP PERAMPOKAN HUTAN : Penegakan Hukum Lingkungan Hidup

Makin ganasnya para pencuri kayu dan penebang liar yang merusak hutan tropis Indonesia kini rupanya mendapat perhatian serius pemerintah. Pemerintah kini telah menyiapkan Perpu Antipencurian Kayu yang bakalan membuat kapok para penjahat hutan. Betapa tidak! Dalam Perpu itu, para penjahat hutan bisa diganjar hukuman mati. Dalam Perpu itu, misalnya, pemerintah akan membentuk gugus tugas sebagai pelaksana pemberantasan illegal logging. Gugus tugas ini terdiri atas Departemen Kehutanan, TNI, Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim. Tak hanya itu. Gugus Tugas tadi punya wewenang ekstra. Mereka berwenang menetapkan penyidikan, memerintahkan operasi penangkapan, memerintahkan percepatan persidangan, dan melelang barang sitaan serta alat bukti pencurian. Lebih hebat lagi, jika tim yang diketuai Menhut itu memerintahkan penumpasan pencurian kayu, maksimal dalam tiga hari Panglima TNI dan Kapolri harus sudah menurunkan pasukannya. Luar biasa bukan?

Menurut Menteri Kehutanan (yang lalu) Dr. Ir. Muhammad Prakosa, pembentukan Perpu ini amat mendesak karena pencurian kayu sudah menjadi persoalan besar sehingga harus ditangani tim hebat. Maklumlah, kerusakan hutan di Indonesia yang amat parah karena pencurian kayu telah menimbulkan pelbagai bencana alam yang besar. Banjir pada tiap musim hujan dalam lima tahun terakhir. Misalnya, tak hanya telah menenggelamkan kota-kota di Pulau Jawa, tapi juga di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil lainnya. Tiap tahun, banjir dan longsor telah menyebabkan kematian ratusan, bahkan ribuan orang dan menimbulkan kerugian materil yang luar biasa besarnya. Itulah sebabnya kerusakan hutan yang disebabkan para perampok kayu, kata Direktur Pengembangan Inhutani III, Ir. Mustoha Iskandar, MDM, sudah masuk kategori extraordinary crime. Karena itu, pemerintah harus mengatasinya dengan perangkat keamanan dan hukum yang extraordinary juga. Dan kini, Menhut sudah menyiapkan Perpu (Peraturan Pengganti Undang-undang) “extra ordinary” untuk menghadapi para perusak hutan tersebut.

Iklan “Stop Perampokan Hutan” yang sering muncul di media masa yang disponsori Indonesia Forest and Media Campaign menyebutkan bahwa Indonesia setiap hari kecolongan Rp 83 milyar oleh persekongkolan tingkat tinggi yang merampok hutan. Ini berarti tiap tahun Indonesia kehilangan nilau kayu seharga Rp 29,9 triliyun. Sebuah jumlah yang sangat besar bila mengingat kondisi negeri kita yang masih babak belur dilanda krismon. Namun demikian, perampok tak hanya “mengambil harta” kekayaan alam yang amat besar, tapi juga mendatangkan berbagai bencana seperti longsor, banjir, dan kekeringan. Tiap tahun ratusan orang tewas, ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan jutaan orang menderita akibat bencana alam yang disebabkan kerusakan hutan tersebut.

Sebagai gambaran, kerugian materil akibat banjir di Jakarta 2001 diperkirakan mencapai Rp 15 triliyun, kebakaran hutan antara 1997-1998 sekitar Rp 9,5 triliyun (laporan WWF yang dirujuk Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan UNDP), erosi di Jawa 240-400 juta dolar pertahun (Bank Dunia), dan pencemaran udara di Jakarta 220 juta dolar AS (Bank Dunia). Sedang kerusakan panen karena banjir dan kekeringan di Jawa saja mencapai ratusan milyar rupiah pertahun. Belum lagi jika dihitung dampak bencana banjir terhadap kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain-lain, niscaya jumlahnya amat besar. Semua itu penyebabnya sama : kerusakan lingkungan, terutama hutan.

Sumber :
GLOBAL WARMING
Banjir dan Tragedi Pembalakan Hutan
Prof. Dr. Hadi Alikodra, et.al
Pengantar Prof. Dr. Emil Salim
Penerbit Nuansa
Cetakan I
Desember 2008