Man and The Biosphere Reserve Programme

Man and The Biosphere Reserve Programme (MAB) adalah sebuah program dari UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). MAB didirikan pada tahun 1977 untuk mempromosikan pendekatan interdisipliner untuk penelitian, pelatihan dan komunikasi dalam ekosistem konservasi dan pemanfaatan secara rasional sumber daya alam. MAB berkonsentrasi pada penetapan Cagar Biosfer (Biosphere Reserves) di seluruh dunia untuk kepentingan keseimbangan manusia dengan alam dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Di Indonesia, secara struktural Panitia MAB Indonesia (Indonesian National Committee for MAB Programme) bernaung dibawah kedeputiaan Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI dan dalam pelaksanaan programnya didukung oleh Program MAB Internasional UNESCO melalui kantor UNESCO Jakarta dan bekerjasama dengan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (Indonesian National Commission for UNESCO) di Departemen Pendidikan Nasional.

Masalah utama yang dihadapi saat sekarang ini pada Cagar Biosfer Indonesia adalah peliknya menyelaraskan kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dengan pembangunan ekonomi di era otonomi daerah dan reformasi.

Maksud dasar pembentukan Program MAB di UNESCO adalah untuk menyeimbangkan tujuan yang tampaknya bertentangan antara pelestarian keanekaragaman hayati, peningkatan pembangunan sosial dan ekonomi serta memelihara nilai-nilai yang terkait dengan budayanya. Secara singkat misi Program MAB yang dilahirkan pada tahun 1968 ini adalah mempromosikan dan mendemontrasikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam dengan pendekatan bioregional.

Pada tahun 1974 dikembangkan konsep Biosphere Reserve (Cagar Biosfer). Dalam konsep ini tujuan Program MAB akan diuji, diperbaiki, didemonstrasikan, dan diimplementasikan. Jaringan Cagar Biosfer Dunia (The World Network of Biosphere Reserves) diluncurkan pada tahun 1976.

Untuk mencapai misi Program MAB ini, pada tahun 1995 UNESCO menyelenggarakan pertemuan pakar internasional di Seville, Spanyol yang melahirkan strategi Seville (Seville Strategy). Strategi Seville merekomendasikan kegiatan aksi yang harus diambil untuk pengembangan kedepan cagar biosfer pada abad ke-21. Strategi ini tidak mengulangi prinsip dasar Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD : Convention on Biological Diversity) atau Agenda 21, tetapi mengidentifikasi peran khusus dari cagar biosfer dalam membangun visi baru tentang hubungan antara konservasi dan pembangunan.

Konfrensi Internasional cagar biosfer, yang diadakan oleh UNESCO di Seville (Spanyol) pada tanggal 20-25 Maret 1995 mengadopsi dua sistem pendekatan :
  • Menelaah pengalaman masa lampau dalam melaksanan konsep baru cagar biosfer.
  • Melihat ke masa depan untuk mengidentifikasi penekanan yang harus diberikan saat ini terhadap tiga fungsi cagar biosfer, yaitu konservasi, pembangunan, dan dukungan logistik.

Konferensi Seville menyimpulkan bahwa walaupun terdapat permasalahan dan keterbatsan yang dihadapi dalam penetapan cagar biosfer, program terebut secara keseluruhan merupakan program yang inovatif dan sukses. Khususnya ketiga fungsi dasar tersebut akan tetap berlaku sebagaimana pada tahun-tahun mendatang. dalam implementasi fungsi dasar cagar biosfer dan berdasarkan analisa yang dihasilkan, 10 kunci pengarahan berikut ini telah diidentifikasi dalam konferensi dan merupakan landasan bagi strategi Seville yang baru :
  1. Memperkuat peranan yang dapat diberikan oleh cagar biosfer untuk mengimplementasikan perjanjian-perjanjian internasional dalam mempromosikan konservasi dan pembangunan berkelanjutan, terutama konvensi keanekaragaman hayati dan konvensi-konvensi lain, seperti konvensi perubahan iklim, desertifikasi dan kehutanan.
  2. Mengembangkan cagar biosfer yang meliputi berbagai kondisi keragaman lingkungan, biologi, ekonomi, dan budaya, mulai dari kawasan yang tidak mengalami gangguan dan menyebar hingga ke wilayah kota-kota. Terdapat potensi khusus, dan kebutuhan, untuk menerapkan konsep cagar biosfer di lingkungan pesisir dan kelautan.
  3. Memantapkan jaringan-jaringan cagar biosfer di tingkat regional, internasional dan jaringan tematik sebagai komponen dari jaringan cagar biosfer dunia.
  4. Meningkatkan kegiatan penelitian ilmiah, pemantauan, pelatihan dan pendidikan dalam cagar biosfer karena konservasi dan pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut membutuhkan dasar pengetahuan alam dan sosial serta ilmu sastra. Kebutuhan ini khususnya diperlukan benar-benar untuk cagar biosfer di negara-negara yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan dana sehingga perlu mendapatkan perhatian dan prioritas.
  5. Memastikan bahwa semua zona cagar biosfer memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi konservasi, pembangunan berkelanjutan dan pemahamam ilmiah.
  6. Memperluas daerah transisi agar mencakup wilayah yang lebih luas sehingga dapat dilakukan berbagai pendekatan, seperti pengolahan ekosistem, dan pemanfaatan cagar biosfer untuk mengeksplorasi dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan bagi pembangunan berkelanjutan di tingkat regional. Oleh karena itu daerah transisi harus mendapat perhatian yang lebih besar.
  7. Merefleksikan lebih besar dimensi kemanusian dari cagar biosfer. Keterkaitan antara keanekaragaman budaya dan hayati perlu ditampilkan. Kearifan tradisional dan sumberdaya genetik harus dilestarikan dan perannya dalam pembangunan berkelanjutan harus diakui dan ditingkatkan.
  8. Mempromosikan pengelolaan setiap cagar biosfer sebagai suatu fakta esensial antara masyarakat lokal dan masyarakat umum secara keseluruhan pengelolaan harus terbuka, berkembang dan dapat menyesuaikan diri. Pendekatan seperti ini akan membantu menjamin bahwa cagar biosfer dan masyarakat lokal ditempatkan pada posisi lebih baik untuk tekanan politik, ekonomi dan sosial yang datang dari luar.
  9. Mengajak seluruh pihak dan sektor yang terkait untuk membangun kemitraan dalam pengelolaan cagar biosfer baik ditingkat lapangan maupun jaringan yang ada. Informasi harus mengalir dengan mudah ke semua pihak yang berkepentingan.
  10. Investasi untuk masa depan. Cagar biosfer harus dimanfaatkan untuk memahami hubungan manusia dengan alam lingkungannya, melalui program kesadaran masyarakat, informasi dan pendidikan formal dan non formal, didasarkan pada perspektif jangka panjang bagi generasi sekarang ini dan generasi mendatang.

Oleh karena itu, Strategi Seville dibuat lebih terarah pada beberapa prioritas di tingkat internasional/global, nasional, dan lokal untuk :
  1. Memakai cagar biosfer untuk konservasi keanekaragaman alam dan budaya.
  2. Memanfaatkan cagar biosfer sebagai model pengelolaan lahan dan pendekatan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
  3. Memakai cagar biosfer untuk penelitian, pemantauan, pendidikan, dan pelatihan.
  4. Implementasi konsep cagar biosfer.



SUmber :
http://www.mab-indonesia.org
http://en.wikipedia.org/wiki/Man_and_the_Biosphere_Programme