Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Untuk Kota Pekanbaru, telah terdapat 4 lokasi RTH yang dikelola Pemko Pekanbaru dengan luas 28 ha :
Hutan Kota di Jalan Thamrin (5,4 ha)Taman Kota di Jalan Diponegoro (2,7 ha)Taman Kota di Jalan Garuda Sakti (3,2 ha)Taman di sepanjang median jalan (16,7 ha)

RTH Kota Pekanbaru yang akan di-PERDA-kan sesuai Rencana Tata Ruang Wiayah (RTRW) berdasarkan kecamatan dengan total luas 30.046,04 ha :


  1. Kec. Lima Puluh : Sempadan Sungai Siak, Sail dan anak sungainya (76,74 ha)

  2. Kec. Sail : Sempadan Sungai Duku, Sago, Senapelan (13,65 ha)

  3. Kec. Pekanbaru Kota : Sempadan Sungai (7,05 ha)

  4. Kec. Sukajadi : Sempadan Sungai (11,22 ha)

  5. Kec. Senapelan : Sungai (36,55 ha)

  6. Kec. Rumbai :
    a. Sempadan Sungai Siak, Umban dan anak sungainya, Ambang, Palas dan anak sungainya (774,48 ha)
    b. Hutan Lindung Taman Hutan Rakyat SSQ (632,36 ha)
    c. Resapan air di kec. Rumbai (6.581,65 ha)
    d. RTH Kota (5,07 ha)

  7. Kec. Rumbai Pesisir :
    a. Sempadan Sungai Siak, Ukai, Tambat (786,36 ha)
    b. Resapan air (5.151,46 ha)
    c. Buffer zone (363,48 ha)
    d. Hutan Kota (1.531,62 ha)
    e. RTH Kota (2.287,88 ha)

  8. BukitRaya :
    a. Sempadan Sungai Sail dan anak sungainya, Binjai, Pembangunan, Pembatuan, Tenayan (47,19 ha)
    b. Hutan Kota (22,56 ha)
    c. RTH Kota (260,59 ha)

  9. Kec. Tenayan Raya :
    a. Sempadan Sungai Siak, Teleju, Tenayan, Sail dan anak sungainya (690,12 ha)
    b. Buffer zone (449,87 ha)
    c. Hutan Kota (2.062,62 ha)
    d. RTH Kota (4.643,38 ha)

  10. Kec. Tampan :
    a. Sempadan Sungai Air Hitam, Sibam (58,18 ha)
    b. Buffer zone (334,06 ha)
    c. Hutan Kota (522,09 ha)
    d. RTH Kota (239,88 ha)

  11. Kec. Payung Sekaki :
    a. Sempadan Sungai Air Hitam, Sibam (191,19 ha)
    b. Buffer zone (34,30 ha)
    c. Hutan Kota (248,64 ha)
    d. RTH Kota (1.549,97 ha)

  12. Kec. Marpoyan Damai :
    a. Sempadan Sungai Kelulut, Air Hitam, anak sungai Sail (106,30 ha)
    b. Hutan Kota (122,02 ha)
    c. RTH Kota (203,51 ha)



Ruang Terbuka Hijau (RTH)
A. LANDASAN


  1. Perkembangan Kota. Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi ladang/kebun yang kemudian berubah menjadi lahan perumahan merupakan proses umum yang terjadi. Peningkatan jumlah manusia serta adanya perpindahan menyebabkan naiknya perubahan fungsi lahan menjadi lahan perumahan dan sebagian menjadi lahan pertokoan dan juga lahan industri. Perkembangan selanjutnya menyebabkan juga naiknya perubahan pemanfaatan lahan menjadi lahan fasilitas perkotaan seperti lahan untuk transportasi baik berupa jalan maupun terminal.

  2. Perlunya penataan kota untuk efisiensi dan efektifitas sumberdaya kota. Hal ini juga tidak terlepas dari Visi dan Misi pemerintah daerah yang juga dicakukp dalam RTRW (Rencana Tata Ruang / Wilayah) dengan memperhatikan faktor Tata Ruang Kota yaitu Tata Guna Lahan, Sistem Transportasi, dan Sistem Jaringan Utilitas untuk mencapai kesejahteraan, kenyamanan dan kesehatan warga/kotanya.

  3. Perlu adanya nilai estetika kota (obyek dan lingkungan) dan fungsi RTH (ekologis, ekonomi dan arsitektural) yang kesemuanya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan hidup perkotaan dan juga menjadi suatu kebanggaan warga dan identitas (ikon) kota.

  4. Pembangunan Berkelanjutan dan proporsional antara pembangunan di bidang lingkungan lain dengan pembangunan di bidang.


B. KONSEP RTH
  1. Pengertian/Defenisi Ruang Terbuka Hijau dan klasifikasi
    Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

    Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi :
    bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung)bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman.

    Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi :
    bentuk RTH kawasan (areal, non linear)bentuk RTH jalur (koridor, linear)

    Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi :
    (a) RTH kawasan perdagangan
    (b) RTH kawasan perindustrian
    (c) RTH kawasan permukiman
    (d) RTH kawasan per-tanian
    (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.

    Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi :
    (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah)
    (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat/pribadi.
  2. Fungsi dan Manfaat
    RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
    RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar.
    RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
    Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
  3. Pola dan Struktur Fungsional
    Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pemben-tuknya. Pola RTH terdiri dari :
    (a) RTH struktural
    RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional, dst).

    (b) RTH non struktural.
    RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir.

    Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural.
  4. Elemen Pengisi RTH
    RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.

    Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (arsitektural dan hortikultural tanaman/vegetasi) penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam.

    Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
    (a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota
    (b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar)
    (c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme)
    (d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang
    (e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
    (f) Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
    (g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
    (h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal
    (i) Keanekaragaman hayati

    Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
  5. Teknis Perencanaan
    Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu

    1. Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
      1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah
      2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya)
      3) Arah dan tujuan pembangunan kota
      RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

    2. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH

    3. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi)

    4. Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

C. ISSUE RUANG TERBUKA HIJAU
Tiga issues utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah :

(1) Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian:

  • Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll)

  • Menurunkan keamanan kota

  • Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi

  • Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis)
(2) Lemahnya lembaga pengelola RTH

  • Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat

  • Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH

  • Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH

  • Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas
(3) Lemahnya peran stake holders

  • Lemahnya persepsi masyarakatLemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah
(4) Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH

  • Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional

D. ACTION PLAN
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka terhadap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung menurun.

Sumber :
Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB
Presentasi Bappeda Kota Pekanbaru 30 Juni 2009 di Aula Walikota Pekanbaru