Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 3

Ketika tahun 2001 sampe 2003 aku menetap di Jogjakarta "the slow motion city", aku kos di Selokan Mataram depan gedung MM deket Warung Nasi Pondok Ijo deket toko cuci cetak film deket... (halahhhhh nglantur). Aku terheran-heran saat pertama memasuki kamar kosku, lalu bertanya kepada ibu kos, "bu, kenapa lampunya pake lampu pijar?". Si ibu kos dengan senyumnya yang manis menjawab, "yah.. cuma itu yang ada dek". Alaaah mak jang, lampu ini gelap, dan tentunya tidak terang dong, walopun besar watt lampu tersebut kuperhatikan adalah 75 watt, woooow sangat besar. "Boleh kuganti dengan lampu neon buk?". Si ibu tetap dengan senyumannya dan kurasa makin lebar senyumnya menjawab "monggo, silahken dek ganti sendiri". Kos itu kubayar 1 juta per 6 bulan, plus uang listrik 15 ribu perak (karena aku memakai komputer). Aku pun hidup disitu selama 6 bulan dengan lampu neon 20 watt yang kuganti sendiri seharga 20 ribu perak. Teraaaaang banget untuk ukuran kamarku yang berukuran 2,5 kali 3 meter. Lampu neon ini masih bentuk lama yang dimodifikasi pabrik dengan menggunakan lilitan kawat dan bukan dengan menggunakan ballast.

Setelah 6 bulan, lalu aku pindah ke Pogung Baru belakang SD deket ma Mesjid Raya Pogung. Kosku yang baru ini cukup ketat dengan pagar yang terkunci dan kuncinya hanya dimiliki oleh penghuni. Kubayar 250 ribu perak per bulan dengan ukuran 3,4 kali 3 meter. Hmmmm agak lega dalam hal ukuran. Tetapi... yahhh itulah lampunya tetap aja lampu pijar alias bohlam (bohla lampu kaleee kepanjangannya) sebesar 75 watt. Kubilang ke ibu kos bahwa aku akan mengganti bolanya dengan lampu neon 20 watt. Si ibu kosku yang baru ini dengan senyum menawannya menganggukkan kepala tanda setuju. Di tempat kos inilah aku mpe tahun 2003 lalu pulang ke Pekanbaru.

Apa yang kulakukan di awal masuk kos adalah mengganti lampu pijar alias bohlam dengan lampu neon. Ketika kos di pogung itu aku sempet ganti dari lampu neon biasa dengan tabung besar ke lampu CFL yang bertabung kecil.
Kenapa? Yaaaa... karena hemat listrik. Dengan watt yang jauh berbeda (dari 75 watt pijar ke 20 watt neon) aku mendapatkan terang yang lebih bagus dengan lampu neon. Aku waktu itu cuma berpikir bahwa biaya listrik ibu kos akan semakin murah. Tetapi ternyata lebih banyak menghemat listrik lagi dengan mengganti beberapa lampu pijar lain (yang telah putus) dengan lampu CFL. Ibu kos tentunya seneng, dan akibatnya aku sering dikasi cemilan, nasi goreng, roti, jus. hehehehehehe.....

Apa yang kulakukan di Jogja itu telah sejak tahun 1998 kulakukan di Pekanbaru. Setiap lampu rumahku (eh.. rumah emakku) putus, aku mengganti dengan lampu neon atau CFL. Biaya listrik rumah emakku pun makin lama makin murah. Emak pun makin sayang ma aku hehehehehe jelas dong siapa dulu aku, attayaya.

Ternyata, sekarang digembar-gemborkan tentang penghematan listrik salah satunya dengan menggunakan lampu CFL. Wahhhh aku dah dari dulu neh. Dulu kos di Jogja emang kulihat beberapa rumah tetap memakai lampu pijar. Mungkin murah. Pada saat itu, jika lampu pijar 10 watt seharga 2 ribu perak, maka lampu neon 10 watt seharga 8-10 ribu perak. Aku heran padahal tetangga-tetangga kosku itu bukan ga mampu, tetapi kurasa mereka belum tahu bahwa lampu neon maupun CFL lebih hemat listrik, lebih terang (dengan perbandingan watt yang sama) dan tahan lebih lama. Saat sekarang ini, lampu pijar sudah mulai tergantikan dengan lampu neon bertabung besar dan lampu CFL bertabung kecil (sepeti gambar diatas) dengan berbagai merek.

Dalam majalah National Geographic, terdapat kalimat seperti ini :
"Jika 1 orang mengganti 1 lampu pijar dengan lampu CFL, maka akan dapat dihemat jutaan ton batubara. Hal itu hanya dimulai dari 1 lampu pijar dan sebuah gagasan".
Yaaaah kurang lebih gitu dehhh.

Di pasaran dan toko-toko, lampu pijar sudah mulai jarang ditemukan. Lampu CFL sekarang sudah bervariasi jenisnya mulai dari besaran watt, kegunaan, jenis cahaya yang dikeluarkan, dll. Untuk pencinta seni yang membutuhkan lampu pijar untuk mendapatkan efek cahaya tertentu, maka lampu CFL pun sekarang sudah ada yang memiliki efek cahaya seperti lampu pijar. Untuk perbaikan ruang rapat kantorku, aku meminta pekerja listriknya untuk memasang lampu CFL sebagai lampu downlight-nya. Aku tidak mau saran dari konsultan yang mau menggunakan lampu pijar kecil. Walopun listrik kantorku bukan dibayar dari uang pribadiku, tetapi listrik kantorku dibayar oleh rakyat. Lha wong kantor pemerintah tentu saja uangnya uang dari rakyat. Kasihan khan rakyat yang udah bayar pajak dll, terus uangnya diborosin.

Walaupun kurasa pembahasan tentang mengganti lampu pijar ke CFL telah ga baru lagi, tetapi aku cuma ngingetin :
AYO GANTI LAMPU PIJARMU YANG TELAH PUTUS DENGAN LAMPU CFL
(halaaaaah kek iklan aja).

oia...
Di beberapa pasar tradisional masih menggunakan lampu pijar, terutama di kios sayuran, ikan basah dan daging. Penjual ingin mendapatkan efek segar pada barang dagangannya. Beberapa pedagang juga menggunakan terpal (plastik atap peneduh) warna orange, efeknya sama persis dengan lampu pijar. Hati-hati tertipu dengan efek lampu pijar dan terpal orange ya.



CATATAN dari wikipedia :
Bola lampu, bohlam atau lampu pijar (incandescent light bulb, incandescent lamp or incandescent light globe) adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan foton. Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi oksigen di udara dari berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat teroksidasi.

Salah satu kelebihan bola lampu adalah dapat dihasilkannya bola lampu dalam berbagai besar voltase, dari puluhan hingga ratusan volt (1,5 volt sampai 300 volt), namun karena jumlah listrik yang diperlukan bola lampu untuk menghasilkan cahaya yang terang lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya, maka secara bertahap bola lampu mulai digantikan lampu neon, LED, dan lain-lain.

Bola lampu diperkenalkan pertama kalinya kepada umum oleh Thomas Alva Edison pada 31 Desember 1879.

Lampu CFL (compact fluorescent lamp) = CFL (compact fluorescent light) = CFT (compact fluorescent tube) = ESL (energy saving light) adalah jenis dari lampu fluorescent dimana percikan listrik mengakibatkan pemuaian gas raksa (excite mercury vapor). Atom-atom yang semakin memuai tersebut menghasilkan gelombang pendek ultraviolet dan menyebabkan gas phospor seperti menyala dan terang sehingga dapat menyebarkan cahaya ke sekitarnya yang dapat dilihat mata.

Pertama dikembangkan di tahun 1890 oleh Peter Cooper Hewitt yang lampunya saat itu banyak digunakan untuk studio dan industri.
Di tahun 1927, Edmund Germer, Friedrich Meyer, and Hans Spanner mematenkan lampu uap/gas bertekanan tinggi.
George Inman yang bekerjasama dengan General Electric membuat lampu fluorescent dan menjualnya di tahun 1938 kemudian mematenkannya di tahun 1941.
CFL yang lebih modern dikembangkan oleh Ed Hammer, seorang insinyur di General Electric, karena Amerika sedang menghadapi krisis minyak di tahun 1973.


Baca ini juga :
Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 1
Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 2
Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 3
Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 4
Usaha Mengurangi Dampak Global Warming - 5

Mengapa terjadi pemanasan global (global warming)
Dampak Kebakaran Hutan
Deforestasi Hutan