Kapal Asing Buang Limbah di Laut Indonesia

Postingan terjadwal

Perusahaan-perusahaan kapal banyak yang tidak bertanggung jawab atas limbah kapalnya. Banyak kapal yang membuang limbah ke laut sehingga mencemari laut dan tentu saja menggganggu biota laut. Kapal-kapal internasional yang lalu lalang di Selat Malaka harus bertanggungjawab atas kebersihan selat yang terletak di antara Indonesia, Singapura dan Malaysia itu. Setiap Musim Angin Utara, Nopember-Februari, pantai utara Batam - Riau kedatangan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) berupa sludge oil. Limbah tersebut datang ketika air laut pasang dan berceceran di bibir pantai. Dan dalam bulan November-Februari itulah, Riau selalu menghadapi 2 masalah lingkungan yang besar yaitu : Kebakaran Hutan dan Limbah Laut. (Walaupun limbah laut sekarang ditangani oleh Propinsi Kepulauan Riau yang telah memisahkan diri dari Propinsi Riau).

Angkatan Laut RI terus berupaya mencegah dan menangkap kapal-kapal yang membuang limbah ke perairan Indonesia. Khusus Selat Melaka yang terbentang dari Propinsi Aceh, Sumatera Utara dan Riau, diawasi oleh 2 Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) di bawah Komando Armada Barat (Koarmabar), yaitu (hal ini kuketahui karena sering nongkrong ma tentara dari Batalion Infanteri - Artileri Pertahanan Udara 13 - R) :
  1. Pangkalan Utama I (Lantamal I) di Belawan Propinsi Sumatera Utara, membawahi 2 Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Sabang, dan Dumai. Satu Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Sabang, dan dua fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Sabang, Belawan. Lantamal ini rencananya akan dipindahkan ke Lhokseumawe, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
  2. Pangkalan Utama IV (Lantamal IV) di Tanjung Pinang Propinsi Riau (sekarang Propinsi Kepulauan Riau) membawahi 6 Pangkalan Angkatan Laut (Lanal), yaitu 1 Lanal di Propinsi Kalimantan Barat yaitu Pontianak, dan 5 Lanal di Propinsi Kepulauan Riau yaitu di Batam, Tarempa, Ranai, Tanjung Balai Karimun, dan Dabo Singkep. Lantamal Tanjung Pinang memiliki satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Mentigi yang punya kemampuan membuat kapal patroli (KAL) 12, 28, dan 35 meter. Di samping itu, memiliki 2 Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) berada di Matak, Kepulauan Natuna, dan di Tanjung Pinang/Kijang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal IV dulu merupakan sebutan untuk Lantamal VI Makassar.
Tetapi kasus-kasus pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) kapal, banyak terjadi di Lantamal IV Tanjung Pinang - Riau. Perlu kejelian dan pengetahuan yang lebih mendalam bagi anggota Lantamal ataupun aparat hukum terkait dalam mencegah, menangkap dan menghukum para pembuang limbah B3 ini. Hal ini karena limbah tersebut dapat disamarkan secara kimiawi dan fisika oleh penghasil dan pembuang limbah sehingga limbah B3 tersebut kelihatan wajar dan tidak berbahaya.

Disebut Limbah B3 bila memiliki satu/lebih karakteristik sebagai berikut :
1. mudah terbakar
2. mudah meledak
3. bersifat reaktif
4. beracun
5. menyebabkan infeksi
6. bersifat korosif

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus.

Perjanjian Internasional telah dibuat untuk membahas pergerakan limbah B3, (termasuk yang dihasilkan kapal) dalam The Basel Convention. Konvensi ini membahas tentang pergerakan limbah berbahaya lintas negara yang ditandatangani lebih dari 100 negara. Kesepakatan yang dihasilkan dalam konvensi ini adalah :
- Mengurangi produksi limbah berbahaya.
- Mengurangi perpindahan lintas batas (transboundary) limbah berbahaya
- Pembuangan limbah sedekat mungkin dengan tempat dihasilkannya.

Konvensi ini juga mengeluarkan prinsip-prinsip yang harus dijalankan oleh penghasil/pembuang limbah :
The “polluter pays” principle
Penghasil limbah bertanggungjawab secara legal dan finansial untuk penanganan limbah yang aman, ramah lingkungan dan memberikan insentif untuk menghindari limbah.
The “precautionary”principle
Prinsip yang mengatur masalah perlindungan kesehatan dan keselamatan.
The “duty of care” principle
Penghasil limbah bertanggungjawab membuang limbah secara aman
The “proximity” principle
Pengolahan dan pembuangan harus diusahakan sedekat mungkin dengan sumber dimana limbah tersebut dihasilkan

Kapal menghasilkan 25% limbah dari seluruh kegiatan pelabuhan. Limbah kapal terdiri dari :
  • Blackwater (dari toilet & klinik non B3)
  • dari kapal dengan 3.000 penumpang dan petugas menghasilkan sekitar 5.000 hingga 30.000 gallon per hari
  • Greywater (dari sink, shower, dapur, laundry, dan aktivitas pembersihan)
  • diperkirakan berkisar antara 30 sampai 85 gallon per hari per orang, atau 90.000 sampai 255.000 gallon per hari untuk kapal dengan kapasitas 3.000 person
  • Hazardous waste (proses fotografi, klinik, dry cleaning, and pembersihan alat)
  • Oily bilge water (minyak dari mesin dan ruang mesin atau dari kegiatan pemeliharaan mesin tercampur dengan air di bilge)hasil/timbulannya rata-rata 8 metrik ton oily bilge water dalam waktu24 jam operasi
  • Oil & oil spillage
  • Ballast water (dari kegiatan ballast/penyeimbang)
  • Limbah padat (kertas, kardus, plastik, pecahan gelas/kaca, sisa makanan, elektronik, batere bekas, dll)
Akibat limbah kapal tersebut berupa :
BILGE WATER can harm fish and wildlife and pose threats to human health if ingested. Oil in even minute concentrations can kill fish or have various sub-lethal chronic effects
GREY WATER has potential to cause adverse environmental effects because of concentrations of nutrients and other oxygen-demanding materials
DIRTY BALLAST WATER can cause extensive ecological and economic damage to aquatic ecosystems. Ballast water discharges are believed to be the leading source of invasive species in U.S marine waters, thus posing public health and environmental risks, as well as significant economic cost to industries such as water and power utilities, fisheries, commercial and recreational, agriculture, and tourism
HAZARDOUS WASTE bersifat bioakumulasi, dampaknya terhadap kesehatan manusia antara lain seperti: penurunan kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak, kelainan fisik dan mental, kanker, gangguan fungsi organ dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, ginjal, tiroid, hormon endokrin, dan alat reproduksi.
SOLID WASTE dapat mengancam organisme perairan laut, kesehatan manusia, masyarakat pantai, dan industri yang menggunakan air laut
BLACK WATER dapat mengakibatkan kontaminasi virus dan bakteri perikanan dan kerang, berisiko terhadap kesehatan masyarakat. Nutrien di air kotor, seperti nitrogen and phosphor, meningkatkan pertumbuhan alga berlebih, dimana konsumsi oxygen di air dan dapat membunuh ikan dan destruksi kehidupan akuatik

Pengolahan dan tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan mempunyai dasar hukum yaitu :
  1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
  2. Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
  3. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
  4. Peraturan Pemerintah No. 10 jo No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
  5. Peraturan Pemerintah No. 18 jo No. 85 tahun 1999 tentang Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  6. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
  7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
  8. International Health Regulation 2005
  9. International Convention for the Prevention of Marine Pollution from Ships, 1973 as modified by the Protocol of 1978 relating thereto (MARPOL 73/78)
  10. BASEL CONVENTION COP 9 DI BALI (23 – 28 JUNI 2008)


Sumber :
(Kantor Pelayanan Pelabuhan Indonesia)

Baca juga :
Kapal Asing Buang Limbah di Laut Indonesia
Kontaminasi Kapal Pesiar
Oil Pollution of the Sea