DIFTERI, Wabah Penyakit yang Menyebabkan Emak-Emak Perang di MedSos

Wabah difteri kini sedang hangat diperbincangkan baik di media sosial maupun berita-berita nasional. Tercatat sejak tahun 2016 ada 7.097 kasus difteri di seluruh dunia dan mirisnya Indonesia penyumbang 3.353 kasus sejak tahun 2011-2016 dan menjadi negara kedua tertinggi wabah difteri setelah India. 

Sampai sini jangan pada sewot dulu ya. Data ini diambil dari catatan WHO badan yang menangani kesehatan seluruh dunia.

Kasus difteri mulai menjadi issue hangat sejak di blow up media dan tentu saja sebagai negara yang warganya seneeeeenngg banget perang komentar pro dan kontra langsung meletus. Tentang apa?? tentang vaksin tentunya. Kubu vaksin dan anti vaksin langsung membentuk aliansi dan siap menumpahkan amunisi argumen yang sayangnya hanya berdasarkan pendapat pribadi tanpa adanya bukti akurat.

"Katanya sih penyakit ini sudah ada sejak 400 tahun yang lalu dan harusnya sudah punah tapi kalian membangkitkannya lagi"  "Kalian" disini maksudnya nunjuk ke arah kaum anti vaks.

"Sakit itu datangnya dari Tuhan, jika Tuhan memberi sakit vaksin seampuh apapun tetap ngga ngaruh" Ini jelas bantahan dari kaum anti vaks.

Sampai akhirnya ustad felix siauw pun memberi pendapat soal ini di akun facebooknya. Teman-teman cari aja ya soalnya penjelasannya panjang euy.

Kalau ustad sudah berbicara tentu urusan makin besar dan perang komentar tidak bisa di elakkan. Saya sendiri sampai ngurut dinding (karena ngurut dada sudah terlalu mainstream :P) ketika membaca perang antara kubu vaksin dan anti vaks ini. 

Dan kalian harus tahu bahwa perang ini akan panjang dan berjilid-jilid seperti antara IRT dan ibu pekerja, seperti ASI dan Sufor, seperti diapers dan popok kain seperti Poligami atau selingkuh. Ngga abess abeeesss....

Okelah ya, kita bicara lewat data aja kalau perang-perangannya cuma berupa caci maki ngga pakai data mah ngga cerdas.

vaksin difteri, tetanus dan pertusis

Apa itu DIFTERI

Difteri adalah infeksi dari bakteri yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan serta dapat memengaruhi kulit dan tergolong penyakit menular yang dapat mengancam jiwa. 

Apa penyebab DIFTERI

Difteri disebabkan oleh bakteri yang bernama Corinebacterium diphtheriae (cakep banget namanya tapi mematikan loh). Bakteri ini jika nempel di tubuh maka akan menyerang selaput lendir pada bagian tenggorokan dan memakan sel-sel baik di tenggorokan. Akibatnya sel-sel baik ini akan mati dong. Setelah mati dia akan berubah menjadi bercak keputihan pada tenggorokan. Nah ini menjadi tanda yang jelas jika anak atau diri kita terkena virus difteri.

Difteri dapat menular dengan cara:

  • Terhirup percikan ludah di udara dari orang yang terjangkit difteri. Biasanya terjadi saat penderita batuk atau bersin.
  • Terkontaminasi lewat barang yang dipakai oleh orang yang terjangkit difteri misalnya handuk, cangkir dan mainan.
  • Sentuhan langsung oleh si penderita difteri pada bagian luka. Perlu diketahui untuk kondisi yang parah akan terjadi luka seperti borok atau kudis pada kulit si penderita. 

Sayangnya untuk gejala awal orang tidak akan mengira ia terjangkit difteri, ya jika cuma batuk dan bersin-bersin sih orang sepele ya. Maka perhatikan jika anak atau diri sendiri batuk dan sering bersin coba cek bagian tenggorokan.. Jika terasa sakit, susah menelan, susah ngomong dan ada bercak keputihan di bagaian dalam tenggorokan bisa jadi itu adalah difteri. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut sebelum menulari orang lain.

Pencegahan difteri dengan vaksin DPT.

Emak-emak tentu tidak asing dengan nama vaksin satu ini kan... dan awal dari peperangan antar emak itu sebenarnya bukan penyakitnya tapi vaksinnya.

Menurut ahli kesehatan difteri memang bisa dicegah dengan melakukan vaksin DPT. Vaksin ini sebenarnya menjadi salah satu vaksin wajib yang sudah ada sejak dulu. Namun seiring majunya zaman dan mungkin makin banyak yang tidak percaya dengan vaksin maka angka bayi yang divaksin menurun menjadi 84 % saja di tahun 2016. 

Vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) ini diberikan 3 kali sebelum bayi menginjak usia 1 tahun. Dan saat anak berusia 1,5 tahun dan 5 tahun akan diulang jadi total 5 kali. 

Lalu jika ternyata sudah kelewatan boleh diulang kah? Tentu! Imunisasi DPT akan diberikan bagi anak dibawah usia 7 tahun tentu saja perlu dikonsultasikan dulu bersama ahli kesehatan. Namun jika sudah lewat dari 7 tahun dan ternyata imunisasinya belum lengkap akan ada vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan. Umumnya jika sudah terlindungi maka diri atau anak akan terhindar dari difteri seumur hidup. 

Pengobatan terhadap DIFTERI

Bagi pasien difteri yang sudah dewasa apalagi lansia ngga mungkin diberi vaksin lagi kan. Nah solusinya dokter akan memberikan dua jenis obat yaitu antibiotik dan atitoksin.

Penderita difteri akan dirawat dalam ruangan khusus agar bakteri tidak menular pada orang lain. Dalam ruang isolasi dokter akan memberikan antibiotik untuk membunuh bakteri. Jika penderita konsisten mengkonsumsinya maka selama 2 hari pasien sudah boleh keluar dari ruang isolasi ini. Namun sebaiknya antibiotik tetap dikonsumsi selama 2 minggu agar bakteri tidak balik lagi.

Antitoksin pula diberikan untuk menetralisir racun yang sudah keburu menyebar di dalam tubuh. Sebelum memberikan atitoksin dokter akan mengecek riwayat alergi penderita untuk mencegah timbulnya masalah lain dan memberikan dosis yang tepat.

Bercak putih di tenggorokan akan diangkat dengan alat khusus karena sifatnya sudah mati maka harus dibuang agar sel-sel baru dapat tumbuh. Sementara bagi penderita yang sudah terlanjur ada borok atau kudis akan diberi obat dan disarankan untuk membasuh dengan air bersih serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.