Saya setuju BBM naik

Tadi pagi (26/5) saya ngisi bensin premium pertama kalinya dengan harga yang udah dinaikin pemerintah menjadi 6.000 perak seliternya. Saya beli 10.000 perak, dapetnya 1,666667 liter. Biasanya dengan harga lama saya dapet 2,4 liter. Yaaah moga-moga cukup untuk seminggu, jika pola jalan yang saya lalui tetap.

Dalam hati, bagus deh pemerintah naikin harga BBM. Dibanding dengan harga di S’pore ato M’sia yang mencapai 7.700 perak seliternya. Dengan demikian, para penyelundup akan mikir panjang untuk nyelundupin BBM Indonesia keluar. Dengan biaya nyelundup sekitar 2.000 perak perliternya, maka penyelundup gak bisa jual BBM selundupan seharga 8.000 perak dong ke pengepul diluar. Yang mungkin masih bisa dilakukan adlah menyelundup ke kapal-kapal asing dari Eropa ato Amrik sono yang kebetulan lewat selat Malaka. Nah ini baru kaco. Tapi mayan deh, sekurang-kurangnya dah berkurang penyelundupan BBM.

Yang sebenarnya gak habis pikir adalah di-gimana-kan duit ekspor minyak Indonesia yang notabene dijual dengan harga sesuai harga pasar dunia. Dalam distribusi dan produksi Minyak dan Gas Alam (migas) Indonesia, sebagian besar diekspor dalam bentuk minyak mentah, sebagian lagi dikilangkan di pengilangan dalam negeri untuk diproduksi menjadi BBM (oli, solar, minyak tanah, bensin, avtur). Nah, duit hasil ekspor itu, apa gak bisa menutupi subsidi yang diberikan?

Logikanya khan jika harga dunia naik, nilai ekspor akan naik, maka pendapatan APBN melalui BUMN (pertamina) akan naik, berarti subsidi masih bisa tetap diberikan seperti biasa.

Tapi, anyway someway busway kucai, harga dah ditetapin. tinggal gimana kita ngelola harga yang dah naek tersebut. Mungkin sebenarnya pemerintah dah nyiapin usaha-usaha bagi rakyat miskin dalam menghadapi kenaikan BBM ini. Yang paling ngetop dikumandangkan adalah BLT (Belanja Lansung Tekor ehh… Bantuan Lansung Tunai) sebanyak 100 ribu sebulan selama 7 bulan. Mayan deh untuk jangka pendek.

Nah untuk jangka panjang, pemerintah melakukan pemberian bantuan/kredit lunak tanpa bunga tanpa jaminan sebanyak 14 triliun. Tapi ini keknya tersembunyi di hutan belantara birokrasi yang masih lebat dan belum di tebang oleh penebang liar. Juga ada program-program lain yang bakal dijalankan.

Cuma tadi maghrib, saya kepikiran dengan salah satu acara di Metrotv yang menayangkan kasus masyarakat biasa yang berusaha mengadakan bibit jagung tanpa bantuan pemerintah tetapi malah dikejar-kejar oleh polisi, yang notabene adalah bagian dari pemerintah itu sendiri. Kasus Tukirin yang dikejar-kejar polisi dan kasus Burhana yang ndekam di hotel prodeo selama 5 bulan yang divonis memalsukan bibit jagung hasil dari salah satu perusahaan besar di Indonesia. Sepertinya perusahaan itu takut bakal kehilangan pangsa pasarnya. Burhana hanya membuat/mengadakan bibit jagung sesuai dengan apa yang dipelajarinya di sekolah yang kebetulan sama seperti yang dibuat oleh perusahaan yang juga kebetulan pernah menjadi tempat Burhana bekerja. Burhana menjual ke masyarakat sekitarnya tanpa merk dagang karena tidak sanggup dana untuk mengurusnya.

Pak Tukirin juga begitu, hanya menjual dengan memakai kantong kresek lho seharga 10.000 per kilogramnya dibanding dengan yang bermerk 40.000 per kg.

Banyak ganjalan undang-undang untuk mengadakan bibit baik dari membuat jenis varietas baru, sertifikasi, dll. Ruwet yaaa…

Padahal pemerintah bisa mendorong masyarakat yang kek begini untuk lebih maju. Baik dengan cara memberikan dana, dukungan, ketentuan, dll. Nah dengan demikian, masyarakat tidak bakal kelimpungan jika BBM naek.