Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging -1

Kali ini rakyat akan memilih presiden Indonesia lagi dalam suatu pesta pemilu sekitar Juli 2009, sesuai hati nuraninya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Yang nampak telah mendaftar menjadi Capres dan Cawapres sekarang adalah dari Partai Demokrat (plus koalisi) dengan calon presidennya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono (SBY-Berbudi). Sedangkan dari Golkar-Hanura JK-Wiranto (JK-Win) dan dari PDIP-Gerindra yaitu Megawati-Prabowo (Mega-Pro).

Dapatkah kita melihat kampanye mereka concern dengan lingkungan hidup, khususnya kerusakan hutan yang disebabkan illegal logging? Satu hal yang penting lagi, makin luas wawasan sesorang - termasuk calon presiden - niscaya kepedulian terhadap lingkungan hidup dan kerusakan hutan makin tinggi. Dan rakyat Indonesia punya penilaian sendiri, siapa calon presiden yang mempunyai wawasan luas dan kepiawaian manajemen untuk mengatasi persoalan-persoalan krusial di atas.

Kenapa faktor kerusakan hutan menjadi fokus penting dan kita mesti memilih presiden yang mampu mengatasi kerusakan hutan akibat illegal logging?

Karena kerusakan hutan di Indonesia sudah berada dalam taraf SOS (save our soul). Ibarat kata, jika Indonesia diumpamakan sebagai kapal penumpang dengan jumlah penumpang 210 juta orang, kondisinya sudah hampir karam. Nakhoda kapal Indonesia sudah harus memberikan tanda SOS kepada jaringan telekomunikasi dunia untuk meminta pertolongan.

Betapa tidak mengerikan jika kita menyaksikan bahwa tiap tahun kerusakan hutan Indonesia mencapai 3,8 juta hektar. Ini berarti tiap menit hutan seluas 12 kali lapangan bola hancur. Wilayah Indonesia yang mempunyai 17.508 pulau, pada mulanya - awal 1970an - sekitar 57 persen daratannya adalah hutan atau sama dengan 108.573.300 hektar. Namun 35 tahun kemudian, berdasarkan data satelit yang dipantau Bank Dunia, hutan Indonesia tinggal 57 juta hektar dan hanya 15 persen di antaranya berada di dataran rendah (karena gampang dijarah). Bank Dunia mengingatkan pada tahun 1986, bahwa dalam 40 tahun ke depan, jika laju percepatan kerusakan hutan tidak dihentikan, Indonesia akan menjadi negeri tandus alias padang pasir. Menurut Bank Dunia lagi, dalam rentang waktu 2005-2010 seluruh hutan alam Sumatera akan punah. Selanjutnya hutan alam Kalimantan akan lenyap dalam kurun waktu 2005-2015. Saat itu, Bank Dunia juga melaporkan bahwa pada 2002 hutan di Jawa Barat tinggal 9% dan beresiko punah.

Ramalan Bank Dunia pada 1986 tersebut, kalau kita saksikan sekarang ternyata banyak benarnya. Lihat hutan di Pulau Sumatera dalam 3 tahun terakhir. Kondisinya makin kritis. (wilayah Tesso Nilo telah berkurang jauh, demikian juga Taman Hutan Rakyat Sultan Syarif Kasim di Pekanbaru yang telah berkurang setengahnya akibat dirambah pengusaha yang membeking rakyat). Tiap tahun terjadi pembakaran hutan untuk land-clearing dan selanjutnya bekas hutan dijadikan kebun sawit. Belum lama inimisalnya, di Riau, ribuan hektar hutan sengaja dibakar. Akibatnya asap menebar kemana-mana sampai ke Singapura dan Malaysia. Kedua negara tetangga ini, bahkan berniat akan menuntut kerugian kepada pemerintah Indonesia akibat asap tersebut (padahal yang menjadi investor dibelakang pembakar hutan itu adalah warga negara dari dua negara tetangga itu).



Digubah ulang sesuai dengan kondisi sekarang dari buku :
Prof. Dr. Hadi Alikodra, et.al
Global Warming : Banjir dan Tragedi Pembalakan Hutan
Bab : Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging