AL- JENAZAH AIRLINES

SELAMAT MENIKMATI

AL- JENAZAH AIRLINES


Setiap orang,bila ditanya apakah ingin masuk surga akan menjawab, ya. Bila ditanya lagi apakah mau mati sekarang setiap orang akan menjawab, tidak. Lho bagaimana mau masuk surga kalau ogah mati. Syaratnya bisa masuk surga itu, ya mati dulu. Sebagian kita akan bilang belum siap, sebagian lain belum bertaubat, sisanya mengatakan belum cukup beramal. Kapan siapnya? Padahal kedatangan Malaikat Maut mandekati kita tidak akan didahului dengan pemberitahuan. Tidak bisa dimundurkan, tidak bisa di majukan. Datangnya bisa saat ini, nanti sore, besok pagi atau lusa, tahun depan, dua tahun lagi atau sepuluh tahun lagi, tak ada diantara kita yang tahu. Yang akan dipanggil duluan belum tentu kita yang sudah tua. Bisa yang masih bayi, keponakan, sahabat, tetangga kita siapa saja dipanggil setiap saat.

Mungkin sudah waktunya sekarang kita tidak bermain-main dengan ibadah kita kepada ALLAH Ta’ala, dan kepada ketaatan kita kepada-Nya sehari-hari. Mungkin detik inilah saat terbaik kita melalui menyerahkan diri kepada tuntunan Allah dengan mengikuti satu demi satu teladan Rasul-Nya Muhammad Shallallaahu’alayhi wa sallam. Soalnya kita tidak akan tahu kapan Malaikat Maut itu akan mendekati kita, Menjemput kita. Bukankah dengan cara itu hidup kita yang sebentar ini bisa dipertanggungjawabkan, bukan? Apakah terpikir oleh kita cara yang lebih baik dari itu? Melaksanakan perintah dan menghindari diri dari larangan Allah. Itu saja. Dimulai dari mempelajari AL-Quran dan Hadist-hadist dan tidak pernah berhenti.

Perjalanan hidup ini terlalu singkat untuk dipakai bersia-sia atau menganggur jika dibandingkan dengan panjangnya yang kita hadapi sesudah kita mati. Bila kita akan ”berangkat” dari alam ini ia ibarat penerbangan ke seluruh Negara.
Dimana informasi tentangnya terdapat dalam brosur penerbangan, tetapi melalui Al-Quran dan Al-Hadst. Dimana penerbangannya bukan dengan Garuda Indonesia Airways atau Singapore Airlines tetapi Al-Jenazah Airlines.

Dimana bekal kita bukan lagi tas seberat 25 kg, tapi amalan ikhlas yang tak lebih dan tak kurang.

Dimana pakaian kita bukan lagi Pierre Cardin, Polo, Versace atau D & G akan tetapi dua lembar kain kafan.

Dimana parfum yang kita semprotkan ke tubuh kita bukan Chanel atau Kenzo, tetapi air bersih yang suci dari hadist dan najis.

Dimana pasport kita tidak lagi di keluarkan oleh kantor imigrasi Indonesia, Inggris atau belanda, tetapi Al-Islam.

Dimana visa yang akan di akan diberikan kepada kita bukan lagi sekedar tiga bulan, enam bulan atau satu tahun tetapi “Sampai datang hari Kiamat”.

Dimana On-air service yang akan dipersembahkan kepada kita tidak lagi tergantung Business atau Economy, atau Gold Class, melainkan berbahan dasar timbunan tanah, pengap, penuh dengan cacing.

Dimana ukurannya hanya 2x1 meter dan gelap gulita.

Hanya keikhlasan amal kita dan kemampuan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan para petugas imigrasi benama Munkar da Nakir yang akan menentukan apakah tempat dudduk kita akan nyaman hampir seperti Surga (amiiiin. . . . . . . ), atau penuh dengan kesengsaraan sebagai “down payment” Neraka (na’uzubillahi min Dzaalik).
Tujuan mendarat kita bukan Soekarno-Hatta di Jakarta, maupun Heathrow Airport di London atau Jeddah Internatinal Airport di Jeddah tetapi Hari Pengadilan dimana akan berkumpul milliaran atau triliunan manusia sejak zaman Adam’alayhisalam hingga manusia terakhir di hari kiamat, yang akan antri di loket pengadilan allah.

Tidak ada petugas keamanan dan alat detektor logam.

Tidak ada hiburan selama penerbangan, kecuali untuk mereka yang ridha menghambakan diri kepada Allah dan sebaliknya Allah ridha kepada dirinya.

Tidak ada penumpang lain di kanan kiri atau depan belakang Anda. Anda adalah satu-satunya penumpang penerbangan di pesawat Al-Jenazah Airlines ini.

Nama anda telah tertulis dalam tiket untuk penerbangan. Apakah anda memulainya dengan berdoa ”Bismillaahi tawakaltu ’ala Allah ”atau tidak, tidak akan ada apa-apa.

Kata Rasulullah Sallallaahu ’alayhi wa sallam, orang yang cerdas adalah orang yang mengingat kematian, karena dengan kecerdasannya dia akan mempersiapkan segala perbekalan untuk menghadapinya .

Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.

Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.

Astaghfirullah, ampuni aku ya Allah.


dari :
Majalah ALIA Tafakur Juli 2008