Cerita Rakyat Dari Jawa Barat, Banten Legenda Telaga Warna

Attayaya.net - Cerita Rakyat Dari Jawa Barat, Banten Legenda Telaga Warna

Telaga Warna merupakan salah satu objek wisata yang memiliki keindahan luar biasa apalagi jika dilihat dari puncak Dieng. Para wisatawan akan naik ke puncak untuk mengabadiakan foto Telaga Warna yang dapat terlihat jelas. Sebagai objek wisata tentu ada kisah-kisah sejarah dibalik keindahan Telaga Warna. Dilansir dari buku 366 Cerita Rakyat Indonesia, inilah kisah Telaga Warna yang melegenda di kalangan masyarakat Jawa Barat pada umumnya.

histori.id

Zaman dahulu, tersebutlah Kerajaan Kutatangguhan yang besar di Jawa Barat. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana, Prabu Suwarnalaya namanya. Ia didampingi istri yang baik budi bernama Ratu Purbamana. Maka tak heran, kerjaan itu menjadi negeri yang makmur, aman, dan tenteram. Penduduknya hidup rukun, suka menolong, dan penuh kasih sayang. Tak ada penduduk yan gkelaparan di negeri itu.

Sayangnya, sang Prabu dan istrinya belum memiliki putra. Berbagai usaha telah dilakukan, namun rupanya Tuhan belum memberi anugerah untuk mereka. Hal itulah yang menjadikan sang Prabu sering terlihat murung bersama istrinya. Penasihat raja sering menyarankan agar mereka mengangkat anak. Namun sang Prabu dan sang Ratu tidak mau menerima usul itu.

Satu hari, sang Prabu pergi ke hutan. Ia berniat untuk bertapa. Di sana, sang Prabu terus berdo’a memohon kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak. Beberapa bulan kemudian, do’a sang Prabu terkabul. Ratu hamil. Seluruh rakyat di kerjaan itu sangat gembira mendengarnya.

Semakin hari, kandungan sang Ratu semakin bertambah besar. Sang Ratu semakin berhati-hati menjaga kandungannya. Setelah genap Sembilan bulan, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri mengirimi putri kecil itu aneka hadiah.

Bayi perempuan itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Bayi itu diberi nama Putri Gilang rukmini. Belasan tahun kemudian, ia menjadi gadis yang cantik jelita. Sang Prabu dan sang Ratu sangat menyayangi putrinya itu .

Mereka akan memberikan apapun permintaan putrinya. Perlakuan sang Prabu dan Ratu itu membuat sang Putri menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, ia akan marah. Bahkan berkata kasar. Walaupun begitu orangtua dan rakyat di kerajaan itu masih tetap mencintainya.

Hari-hari telur berlalu. Putri pun tumbuh menjadi gadis paling cantik di Kutatanggeuhan. Pada suatu hari, istana terlihat sangat sibuk. Pasalnya beberapa hari lagi akan diadakan pesta ulang tahun sang Putri. Usia Putri akan mencapai tujuh belas tahun. Seluruh penduduk diundang dalam pesta meriah itu.

Sebelum hari pesta, penduduk di negeri itu berbondong-bonding datang ke istana membawakan hadiah untuk sang Putri. Aneka hadiah yang sangat indah dari penduduk itu kemudian dikumpulkan dan disimpan dalam ruangan istana.

Raja berpendapat, jika sewaktu-waktu rakyat membutuhkan ia bisa menggunakannya. Sang Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata dari hadiah itu. Ia kemudian membawanya ke tukang ahli perhiasan.

“Tolong buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku” kata sang Prabu.

“Baik, Yang Mulia. Dengan senang hati akan saya buatkan kalung terindah untuk sang Putri” Jawab ahli perhiasan.

Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan makin hangat ketika sang Putri yang cantik jelita muncul dihadapan khalayak. Semua orang mengagumi kecantikannya. Sang Prabu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya.

“Putriku, terimalah kalung hadiah orang-orang dari seluruh penjuru negeri ini. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik. Pakailah kalung ini, Nak” Kata sang Prabu.

pixabay/ilustrasi

Putri menerima kalung itu. Lalu melihat kalung itu sekilas. “Aku tak mau memakaianya. Kalung ini jelek!” seru sang Putri. Kemudian ia melemparkan kalung itu. Kalung yang indah itu pun rusak. Permatanya tersebar di lantai.

Semua orang terkejut melihatnya. Tak seorang pun menyangka sang Putri akan berbuat sekasar itu. Tak seorang pun bicara. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu yang teramat sedih melihat sikap sang putrinya yang kasar. Tangisan sang Ratu pun diikuti oleh semua orang yang hadir. Mereka juga merasa sedih atas sikap sang Putri.

Airmata dari orang-orang itu membasahi istana. Mula-mula airmata itu membentuk kolam kecil. Lama-kelamaan bertambah besar hingga istana menjadi banjir. Istana pun dipenuhi air hingga membentuk danau. Makin lama, danau itu semakin besar. Semua orang yang menangis tak memperdulikannya. Hanya sang Putri yang berteriak-teriak ketakutan.

“Tolong…tolong… istana akan ternggelam. Toloooooong! Namun orang-orang tetap tak memperdulikan teriakan itu. Mereka terus menangis. Suara sang Putri pun hilang bersama tenggelamnya istana dan seluruh orang yang ada di situ. Bekas istana itu kemudian menjadi sebuah danau yang luas.

Sekarang danau itu disebut Telaga Warna. Pada hari-hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh dengan warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan. Tanaman, bunga-bunga dan langit di sekitar telaga. Namun banyak orang mengatakan warna-warna itu berasal dari emas dan permata kalung sang Putri yang tersebar di dasar telaga.