Propinsi Riau Celebration Day


Selamat Hari Ulang Tahun Propinsi Riau

9 Agustus 2008 merupakan hari ulang tahun Propinsi Riau yang ke 51. Cukup panjang sudah perjalanan propinsi ini dalam menapaki zaman kemerdekaan. Tetapi dengan panjangnya jalan tersebut, hendaknya kita tidak melupakan sejarah yang membentuknya. Bersempena dengan itu, tulisan ini akan menulis kembali apa adanya “DETIK-DETIK MENCEMASKAN”, yaitu suatu bagian tulisan dari buku karya WAN GHALIB “SETENGAH ABAD LAYAR TERKEMBANG : Detik-detik Lahirnya Propinsi Riau”.

Mari kita simak bersama-sama.

Detik-detik mencemaskan

Jakarta, Hari Jum’at Tarikh 9 AGUSTUS 1957
Di pagi jum’at yang cerah ini, pagi-pagi D.M. YANUR menjemput saya (WAN GHALIB : red) dengan mobil pribadinya. Memang pada pagi itu, kami berdua dalam kapasitas saya sebagai Ketua dan DM Yanur sebagai Wakil Ketua Badan Penghubung Panitia Persiapan Propinsi Riau di Jakarta bermaksud menghadap Menteri Dalam Negeri SANUSI HARDJADINATA.
Sebelumnya memang sudah secara rutin kami menghadap Menteri Dalam Negeri dalam rangka mendesakkan keinginan Rakyat Riau untuk menjadikan daerah Riau sebagai suatu Provinsi tidak lagi bernaung di bawah bendera Propinsi Sumatera Tengah.
Tetapi kedatangan kami menghadap menteri di pagi Jum’at yang cerah itu agak berbeda dengan hari-hari sebelumnya, karena kami mendapat tahu bahwa tadi malam tanggal 8 Agustus 1957 telah berlangsung Sidang Kabinet yang diantara agendanya ikut membicarakan masalah Provinsi Riau.
Selama dalam perjalanan dari rumah saya sehingga sampai ke Departemen Dalam Negeri tidak banyak kami berbicara, karena fikiran kami masing-masing sudah “berandai-andai ”. Bagaimana kalau Sidang Kabinet menyetujui membentuk Provinsi Riau dan bagaimana pula kalau tidak disetujui? Pikiran saya larut ke masalah itu, sehingga lebih banyak berdiam diri.
Sesampainya di Departemen Dalam Negeri kami disambut dengan senyum oleh saudara IKHSAN Ajudan Menteri Dalam SANUSI HARDJADINATA, dan seakan-akan kedatangan kami memang sudah ditunggunya. Kami terus masuk ke ruangan tamu Menteri.
Menteri masih sibuk memeriksa surat-surat di meja tulisnya dan seakan-akan tidak melihat kami masuk. Kira-kira seperempat jam kami menunggu, barulah Menteri berdiri dan mendatangi kami.
Setelah bersalaman, kami diam menunggu dan Menteri pun masih diam tetapi wajahnya ada senyum yang membuat hati kami semakin berdebar. Akhirnya Menteri berbicara :
“Tadi malam Kabinet sudah bersidang, termasuk membicarakan masalah Provinsi Riau. Sidang Kabinet menyetujui, membagi Provinsi Sumatera Tengah menjadi tiga Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957 bertanggal hari ini tanggal 9 Agustus 1957 dan pagi ini tadi telah ditanda tangani oleh Presiden”.
Kami terpaku! Biarpun kami sudah bersiap-siap untuk menerima kabar gembira ini, tak urung juga kami menjadi bisu laksana mendengar petir tunggal di tengah hari. Rasa tubuh saya ringan melayang-layang, kuping berdesing laksana mendengar terompet sangkakala disambut bunyi ribuan genta dan lonceng, seakan-akan mengelu-elukan lahirnya Provinsi Riau. Tidak sepatah kata pun terucapkan, hanya air mata yang meleleh di pipi saya, air mata haru dan syukur!.
Akhirnya saya tersadar dari pesona yang membisukan itu, terus saya berdiri menyalami dan merangkul Menteri dan dengan terbata-bata mengucapkan terima kasih rakyat Riau kepada Menteri karena sudah bersungguh-sungguh memenuhi permohonan saya (kami) untuk melahirkan Undang-undang Pembentukan Provinsi Riau sebelum Malaysia merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957. Setelah suasana haru dan emosional itu reda, Menteri melanjutkan :
“Saya harap jangan saya didesak-desak dulu untuk mempercepat realisasinya, karena pekerjaan kita masih banyak, seperti mencari calon Gubernur, membebaskan Riau Daratan dari gangguan Dewan Banteng, Semua perangkat Provinsi harus dipersiapkan dahulu dan bagaimana bentuk pemerintahannya yang sesuai dengan kondisi yang tidak stabil sekarang ini, perlu dipelajari terlebih dahulu”.
Kata-kata Menteri itu dapat kami pahami, dan saya katakan kepada Menteri apakah kami boleh mengajukan calon Gubernur. Langsung dijawab Menteri : “Boleh, Silahkan saja!”.
Tidak lama sesudah itu kami pamit dari Menteri dan langsung menuju ke mobil dengan langkah ringan seakan-akan melayang-layang rasanya.
Hari ini, masih Jum’at tanggal 9 Agustus 1957, terjadilah kesibukan di lingkungan Badan Penghubung dan Ikatan Warga Riau di Jakarta. Langkah pertama segera hari ini juga mengirim surat ke Tanjung Pinang kepada Residen Riau Mr. SIS TJAKRANINGRAT, melaporkan kabar gembira ini, bahwa telah dikeluarkan Undang-undang Darurat nomor 19 tahun 1957 dan akan diundangkan dalam Lembaran Negara besok pagi pada tanggal 10 Agustus 1957.
Kami tidak lagi melaporkannya ke Pekanbaru, karena Panitia Persiapan Propinsi Riau yang di Pekanbaru sudah menjadi alat Dewan Banteng untuk menguasai Daerah Riau. Karena itu semua kegiatan perjuangan Riau ber-provinsi dipindahkan ke Tanjung Pinang dan dipimpin langsung oleh Residen Riau Mr. SIS TJAKRANINGRAT.
Semua pejuang-pejuang Provinsi Riau di Pekanbaru, kalau tidak mau berpihak kepada Dewan Banteng akan ditangkap. Sehingga banyak yang hijrah ke Jakarta bergabung dengan Badan Penghubung dan banyak pula yang hijrah ke Tanjung Pinang, seperti Sekretaris Panitia TENGKU KAMARULZAMAN. Beliau sempat memindahkan keluarganya, begitu juga semua bundel-bundel dokumen Panitia Persiapan Propinsi Riau.
Inti panitia seperti H. ABD. HAMID YAHYA, H. M. AMIN dan beberapa orang lainnya tetap tinggal di Pekanbaru, tetapi sudah terang-terangan berpihak kepada DEWAN BANTENG. Banyak statement yang mereka keluarkan yang sudah bertentangan dengan keputusan Kongres Rakyat Riau, dimana diputuskan bahwa perjuangan untuk mendapatProvinsi Riau harus dilakukan secara legal dan tidak melanggar Undang-undang Negara. Nyatanya mereka sudah berpihak kepada Dewan Banteng dan ikut bergerilya bersama tentara PRRI melawan Pemerintah yang sah, yang berarti berjuang secara ilegal.
Setelah mengirim berita ke Tanjung Pinang, kembali kami menghubungi surat-surat kabar ibukota menyampaikan berita gembira ini. Sambutan Pers Ibu Kota sangatlah membesarkan hati. Dalam seminggu itu, pers ramai mengulas dengan bermacam-macam komentar. Memang peristiwa ini merupakan peristiwa besar, karena Provinsi ini lahir ditengah-tengah kemelut yang melanda Tanah Air, yang kemudian menjelma menjadi perjuangan frontal antara Pemerintah yang sah dengan pemberontak PRRI dan PERMESTA.
Kami yang berada di Jakarta yang bergabung dalam Ikatan Warga Riau, Ikatan Pelajar Riau dan Badan Penghubung, sepakat untuk menyiarkan secara besar-besaran atas kelahiran Provinsi Riau.
Langkah pertama, yaitu pada perayaan 17 Agustus 1957 beberapa hari lagi, diusahakan ikut serta dalam pawai Allegoris dalam bentuk barisan Veteran Propinsi Riau. Untuk itu segera kami bentuk organisasi veteran Riau dengan pimpinan H.R. Syamsuddin. Segera pula dipersiapkan sepanduk besar dengan bertuliskan “VETERAN PROPINSI RIAU”.
Tepat pada tanggal 17 Agustus 1957, barisan ini ikut defile di depan Presiden Soekarno di Istana Merdeka Jakarta. Berkenaan dengan defile ini, beberapa hari kemudian sewaktu saya berjumpa dengan Menteri Dalam Negeri Sanusi Hardjadinata, beliau bercerita : “Sewaktu barisan Veteran Propinsi Riau lewat depan Bung Karno, lantas Bung Karno menyeletuk : “kok ada Provinsi Riau?””. Lantas Menteri menjawab : “Kan Bapak sudah menandatangani Undang-undang pembentukannya!”.
Organisasi Veteran Propinsi Riau ini tidak berumur panjang dan memang diadakan hanya untuk keperluan sesaat, suatu momen aksi. Organisasi inilah paling awal memakai lambang “Lancang Kuning”, karena pada waktu itu sudah disepakati untuk memakai Lancang Kuning menjadi Lambang Daerah Riau.
Selanjutnya dipersiapkan pula perayaan menyambut lahirnya Provinsi Riau, dengan akan mengadakan “malam syukuran”dan malam syukuran ini diberi nama MALAM RIAU. Dibentuklah suatu Panitia Pelaksana yang diketuai oleh D.M.YANUR, karena dia adalah Ketua Ikatan Warga Riau yang pertama di Jakarta.