Pengalaman BertuahTV dan kawan-kawan - Perjalanan Panjang Menuju Keindahan Air Terjun Batang Kapas


Rem harus pakem. Tenaga mobil juga diuji. Nyali tidak boleh ciut.

Ini cerita BertuahTv, RiauMagz, RiauDaily, KopiCurah dan kawan-kawan bulan Agustus 2016 ketika menuju Air Terjun Batang Kapas, air terjun tertinggi di Riau.

Akun Instagram pendukung :
@bloggerbertuah
@arikaharmon
@bertuahtv
@riaumagz
@riaudaily
@kopicurah


@gadielok
@hasrinaldi
@ulungramadhan
@nopriadiapkj
@attayaya
@djemari_ijal
@bangfiko

Akhirnya publish juga neh tulisan.

[Wisata Riau] - Ya... informasi tentang Air Terjun Batang Kapas ini telah lama kami (Komunitas Blogger Bertuah Pekanbaru) dengar, sayangnya tidak lengkap. Misalnya kami belum mengetahui secara pasti cara menuju kesana, bagaimana keadaan disana, apa saja yang tersedia disana, dan hal-hal lain mengenai air terjun yang banyak dikatakan orang sebagai air terjun terindah di Riau ini.

Berbagai informasi kami gali terus sampai akhirnya ketemu dengan Rani yang memberi innformasi agak lebih rinci. Kemudian Rani mempertemukan kami dengan Arika Harmon seorang pemuda dari desa dimana lokasi air terjun ini berada, Desa Lubuk Bigau, Kenegerian Pangkalan Kapas, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar - Riau. Mulailah informasi kami dapatkan lebih rinci lagi.

Cerita punya cerita, sampailah kami membicarakan untuk mengukur ketinggian air terjun ini. Hal ini didasarkan dari pengukuran sebelumnya yang belum kami dapatkan detil pengukurannya termasuk keinginan untuk melihat dokumentasi pengukuran ketinggian air terjun.

Segala rencana kami siapkan dan akhirnya memutuskan berangkat menuju air terjun Batang Kapas ini pada tanggal 19 Agustus 2016, rencana menginap dan rencana pulang kembali ke Pekanbaru pada tanggal 21 Agustus 2016. Sesuai saran dari Arika agar kami menginap juga di lokasi air terjun karena lama perjalanan, keindahannya dan beberapa lokasi lain di sekitar air terjun tersebut.

Mengenai pengukuran ketinggian, kami akhirnya memutuskan untuk menggunakan metode ukur tali yang dilempar dari puncak air terjun ke dasar air terjun.

Perjalanan Panjang ke Air Terjun Batang Kapas Dimulai

Janjinya jam 2 siang hari Jumat tanggal 19 Agustus 2016 kami berangkat menuju Desa Lipat Kain, yang akhirnya molor sampai jam 4 sore. Kami tiba di Desa Lipat Kain sekitar jam 5, sholat Ashar lalu melanjutkan perjalanan. Kami berjumlah 8 orang yaitu Attayaya, Bang Fiko, Bang Eri, Bang Ijal, Rani dan Arika menggunakan kendaraan roda 4. Kemudian ada Ulung Ramadhan dan Nopri yang menggunakan kendaraan roda 2.

Dari Pekanbaru langsung menuju Lipat Kain tepatnya di Simpang Rakik Gadang. Aspal pun berakhir tak jauh setelah masuk dari Simpang Rakik Gadang Lipat Kain berbelok ke kanan berlawanan dengan arah Desa Gema, lalu dilanjutkan dengan jalan pengerasan pasir batu (sirtu). Sempat ketemu lagi aspal dan jalan semenisasi yang bagus. Jalan semenisasi ini cukup curam karena telah menyusuri punggung perbukitan Bukit Barisan. Rem harus pakem. Tenaga mobil juga diuji. Nyali tidak boleh ciut.

Kami menggunakan mobil roda 4 Daihatsu Zebra tahun 1996 pinjaman dari Bang Fiko. Kenekatan kami menggunakan mobil yang sudah cukup tua ini karena rencananya akan kami titipkan di Desa Batu Sasak dan perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan motor kendaraan roda 2 milik warga yang akan kami sewa.

Sesampai di Desa Batu Sasak sekitar jam 21.00 wib hari sudah gelap dan perut lapar. Alhamdulillah listrik genset desa masih menyala dan ada kedai atau warung jajanan yang masih buka. Kami mengisi perut alakadarnya karena kedai tersebut tidak menjual nasi dan lauk pauknya. Lumayanlah, kami pikir.

Malam telah sampai ke jam 22.30 wib. Sehabis beristirahat sepenanak-nasi di kedai tersebut, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Lubuk Bigau sebagai desa terakhir yang harus dituju. Di desa itulah terdapat rumah Arika yang rencananya tempat kami menginap malam pertama.

Keputusan kami untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Lubuk Bigau dengan kendaraan roda 4 ini ternyata menjadi keputusan yang membuat kami terlunta-lunta. Walaupun kami dijemput oleh 2 orang teman Arika dari Lubuk Bigau yang menggunakan 1 motor kendaraan roda 2.

Ya... kami memutuskan menggunakan Daihatsu Zebra itu menuju Desa Lubuk Bigau. Alhasil.... kandas setelah jalan 4 km dari Desa Batu Sasak karena bagian bawah mobil tersangkut di jalan tanah yang berlubang. Lubang ini akibat kendaraan truk yang membekas di jalan tanah dengan cekungan yang cukup dalam dan di bagian tepinya tak cukup kuat untuk menahan beban mobil yang kami kendarai.

Rintangan pertama dapat kami lalui. Rintangan kedua.... lubangnya cukup dalam. Keputusan baru harus diambil lagi, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ulung Ramadhan dan Arika pakai 1 motor, serta Rani dan 2 teman Arika berbonceng 3 menuju ke Lubuk Bigau. Attayaya, Eri, Fiko, Ijal dan Nopri kembali ke Dusun Tanjung sebagai dusun terdekat yang dapat di capai. Mobil diparkirkan di pinggir jalan dan kami yang tersisa akan dijemput oleh warga Desa Lubuk Bigau. Siap laksanakan...


Kami yang tersisa sampai di dusun terdekat itu dengan ada rintangan juga yaitu berupa pendakian tajam yang membuat semua penumpangnya harus turun mendorong mobil. Saat itulah Ijal kakinya terkilir ketika mendorong mobil, walaupun masih bisa ditahannya.

Sesampai di dusun tersebut, alhamdulillah masih ada kedai yang buka dan listrik genset masih menyala. Kami istirahat sambil menunggu jemputan.

Tunggu punya tunggu, jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam, kedai sudah mau tutup, kami berencana menunggu di teras kedai saja.

Alhamdulillah seorang penduduk dusun tersebut menawarkan untuk menunggu di rumahnya. Namanya pak Pendri.

Kami menerima tawaran tersebut dengan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan ada rasa segan karena telah merepotkan pak Pendri. Apalagi di rumah bapak yang baik hati tersebut, kami dijamu makan oleh istrinya. Sempat-sempatnya istri beliau memasak di tengah malam dengan lampu penerangan seadanya karena listrik genset desa telah dimatikan.

Kami pun tak lupa berterima kasih kepada pengelola genset dusun yang telah memperpanjang masa hidup listrik malam itu sampai hampir jam 1 malam yang biasanya dimatikan jam 11 malam.

Kami pun makan dengan lahapnya. Bahkan Bang Fiko menambah nasi karena lauk yang dimasak oleh istri pak Pendri sangatlah enak yaitu ikan asin sambal goreng hijau.

Selesai makan, jemputan pun datang. Pukul sudah menunjukkan jam 2 dinihari.

Perjalanan pun dilanjutkan sekitar hampir jam 3 dinihari karena para penjemput beristirahat sebentar bersama kami di rumah pak Pendri tersebut. Ada 5 motor yang menjemput kami.

Mission Impossible
Ya... ini menjadi Mission Impossible yang dilakukan dinihari, warga desa menjemput 5 orang pengunjung air terjun Batang Kapas.

Jarum pendek jam menunjukkan mendekati angka 4 dinihari ketika kami sampai di rumah Arika. Sebenarnya jarak dusun tadi ke Desa Lubuk Bigau hanya sekitar 13 km, tetapi.... rintangannya adalah jalan tanah yang terjal. Kendaraan roda 4 bisa melaluinya jika memiliki gardan ganda. Motor warga yang menjemput kami pun umumnya telah dimodifikasi roda gigi belakang dan ban yang digunakan.

Rasa lelah langsung menyeruak menghampiri tubuh-tubuh kami yang jarang berolahraga. Napas ngos-ngosan. Terkapar... itulah yang kami lakukan sampai tertidur dan dibangunkan jam 7 pagi.

Gelagapan bangun karena masih terasa kurang tidur tetapi hati teringin cepat menuju air terjun Batang Kapas. Kami pun bergegas mandi di tepi sungai. Sarapan pagi yang enak telah dibuatkan oleh ibunya Arika. Setelah itu kami berkemas-kemas untuk melanjutkan pendakian panjang menuju air terjun tertinggi di Riau, tertinggi nomor 3 di Sumatera dan tertinggi nomor 4 di Indonesia ini.

Lokasi ini juga memiliki Tempat Tidur Terpanjang di Dunia.

Mengenai perjalan kami selanjutnya ke air terjun tersebut dapat disimak di Posisi dan Cara Menuju Lokasi Air Terjun Batang Kapas.

Mengenai ketinggian air terjun tertinggi di Riau yang menjadi Wisata Riau khususnya wisata petualangan ini dapat disimak di Riau Memiliki Air Terjun Tertinggi di Sumatera.