Ekonomi Rakyat dan Penyelamatan Hutan

Ekonomi Rakyat dan Penyelamatan Hutan menjadi topik pembicaraanu dengan seorang pegawai yang perusahaan tempat bekerjanya telah menjadi perusahaan perusak Hutan Rawa Gambut Semanjung Kampar - Riau. Sebenarnya cerita ini udah ngalor-ngidul-wetan-ngulon (utara-selatan-timur-barat) karena kebiasaan duduk di Kedai Tenda Teh Telur Ajo. Mulai dari yang ringan mpe yang berat. Dari jadwal pertandingan sepakbola piala dunia lalu meluncur ke pemenang Piala Dunia sampai ke koperasi bagi bagi rakyat miskin.

Ntah dari mana asal mula pembicaraan tentang Ekonomi Rakyat ini. Kalo ga salah dari pembicaraan cagar biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau yang berlanjut ke masalah lahan gambut lalu diteruskan ke Hutan Gambut Semenanjung Kampar - Riau yang hancur babak belur, salah satunya oleh perusahaan tempat temenku itu bekerja.

Kukatakan, "Bang, aku mendukung upaya Greenpeace, Walhi dan lembaga penyelamat lingkungan lainnya untuk menyelamatkan hutan Indonesia."

Temenku menanggapi dengan pertanyaan, "Tapi kehidupan ekonomi rakyat atau masyarakat sekitar Semenanjung Kampar tidak dipikirkan oleh lembaga-lembaga itu."


Aku menghela napas dan menjawab dengan pelan agar dipahami, "Kenapa harus dipikirkan bang? Bukan aku tidak pro rakyat. Rakyat yang mana yang harus dipikirkan. Rakyat atau masyarakat di Semenanjung Kampar sekarang adalah orang-orang pendatang dari propinsi tetangga lainnya. Hal itu berarti propinsi tetangga tersebut tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang baik bagi rakyatnya sehingga harus hijrah ke Riau. Sedangkan masyarakat asli Semenanjung Kampar menjadi sangat tertekan. Memang sebagian masyarakatnya terjadi peningkatan ekonomi, tetapi tidak untuk semuanya. Masyarakat asli masih menginginkan hutan untuk mencari nafkah. Dengan hutan yang baik kehidupan mereka lebih nyaman. Mereka bisa menghasilkan ikan yang banyak untuk dijual. Mereka masih bisa menjual hasil hutan dengan kapasitas tidak berlebihan untuk dijual. Kearifan masyarakat asli adalah menggunakan alam secara tidak berlebihan. Itu kunci kemakmuran masyarakat asli dahulu."

Jika berlebihan hukumnya HARAM begitu menurut masyarakat asli.

Aku melanjutkan, "Begitu perusahaan itu datang karena mendapat surat sakti dari Jakarta untuk mengolah lahan dengan terlebih dahulu tidak mengindahkan ketentuan Pengolahan Lahan Gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Dan ketidaktahuan atau kebodohan atau aksi tutup mata oleh Departemen Kehutanan sehingga surat sakti untuk perusahaan itu keluar. Apa yang terjadi? Berbondong-bondong orang dari propinsi tetangga datang untuk menjadi pekerja di perusahaan yang menghancurkan hutan itu. Terutama bagi pekerja yang mencari lapangan kerja dengan skill rendah yaitu di areal penebangan."

Kutambahkan lagi, "Perusahaan-perusahaan selalu mengedepankan masalah perluasan lapangan kerja dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Tetapi tidak pernah mengedepankan masalah keseimbangan alam. Seharusnya mereka mengumandangkan perluasan lapangan kerja dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat dengan menyeimbangkan kelestarian alam. Tiga hal yang patut dilakukan. Tidak usahlah ngomong masalah Dana Reboisasi yang dibayar perusahaan, karena perusahaan-perusahaan itu tidak membayar penuh Dana Reboisasi itu dan tentunya berusaha untuk tidak membayar. Dan juga dana itu lebih banyak menguap ntah kemana."

Kujelaskan kemudian, "Ada benarnya bahwa lembaga-lembaga penyelamat lingkungan lebih fokus pada penyelamatan lingkungan karena untuk masalah peningkatan ekonomi masyarakat sudah ada lembaga lain yang menanganinya. Masyarakat asli Semenanjung Kampar masih menginginkan hutannya kembali seperti dahulu, tempat mereka mencari nafkah dengan menjaga keseimbangan alam. Hanya orang-orang tertentu yang telah diiming-imingi duit sajalah yang mau hutannya hancur."

Jika semua orang sudah memandang uang lebih penting dari segalanya, maka akan hancurlah alam ini.

Gajah saja marah atas kerusakan alam, kenapa manusia makin merusaknya?

Ayolah.... perusahaan-perusahaan itu bisa berpindah ke lahan lain kok.
Jangan pikirkan biaya laaaah. Sudah berapa banyak keuntungan yang perusahaan itu peroleh dari BUMI RIAU yang telah mereka hancurkan.

Turut berduka atas PEMBAKARAN Kamp Penyelamat Lingkungan Greenpeace, mushalla dan bangunan lain di areal kamp tersebut di Semenanjung Kampar Riau.